Sabtu, 25 Juni 2011

Konspirasi Politik dan Eksistensi Sebuah Keberanian

Resensi buku ini dimuat di Harian Pelita, Sabtu 25 Juni 2011

Judul buku : Moribito, Guardian of the Darkness
Pengarang  : Nahoko Uehashi
Penerbit      : Matahati, Jakarta
Cetakan      : Pertama, Oktober 2010
Tebal buku  : 342 halaman
Harga buku : Rp 58.500,-

AMBISI untuk berkuasa, sering kali membutakan hati nurani manusia dari peta kebenaran. Tak mustahil, segala cara pun lantas dilakukan. Demi meraih kekuasaan itu, seseorang bahkan tak segan-segan mengorbankan orang yang tak bersalah, menghianati saudara sendiri hingga berani melakukan pembunuhan. Ironisnya lagi, “nafsu” di balik ambisi itu pun bisa memercikkan sengketa dan penderitaan bagi orang lain –yang tidak berada dalam lingkaran kerajaan.



Itulah yang dilakukan oleh Rongsam. Demi keinginan untuk bisa menjadi raja, ia kemudian memerintahkan Karuna Yonsa --ayah Balsa, seorang tabib kerajaan Kanbal-- untuk meracuni raja Naguru, saudaranya sendiri. Sebuah perintah jahat yang menjadi titik pangkal kematian Naguru dan kemudian berimbas pada penderitaan Balsa. Tentu Karuna tahu akibat dari perbuatannya itu. Demi menyelamatkan Balsa --dari Rongsam-- dia meminta sahabatnya, Jiguro Musa (salah satu dari sembilan kesatria tombak raja), untuk membawa pergi Balsa yang saat itu baru berusia 6 tahun.

Tapi, Rongsam tak tinggal diam. Ia memerintahkan kedelapan kesatria tombak, yang tak lain adalah teman Jiguro, untuk memburunya. Mereka disumpah untuk tidak berkata-kata agar mendapatkan kekuatan dari Yoram, sang dewa petir. Begitu bertemu dengan Jiguro, mereka pun menyerangnya. Tak perduli apa pun yang Jiguro ucapkan, mereka terus menyerang. Dengan hati diliputi pedih, Jiguro terpaksa melawan. Sebagai seorang ahli tombak ternama sekaligus tak tertandingi, bukan hal yang sulit untuk bisa membunuh mereka --satu per satu --demi menyelamatkan Balsa dan juga dirinya.

Balsa menyaksikan peristiwa itu. Bahkan ia sebenarnya bisa merasakan guratan kepedihan Jiguro, apalagi saat dia melihat Jiguro terisak di atas jasad teman-temannya. Tapi, peristiwa itu sudah lama berlalu. Jiguro telah lama meninggal --karena sakit. Raja Rongsam yang telah merebut tahta juga sudah meninggal.

Tetapi luka yang dirasakan Balsa masih meninggalkan jejak kepedihan di relung jiwanya. Semakin ia ingin menghapus luka itu dari ingatannya, justru ia kian merasakan perih. Hanya ada satu cara untuk mengatasi hal itu: Balsa harus menghadapinya secara langsung. Maka, dia kemudian menyusuri jejak masa lalunya, kembali ke Kanbal, tanah kelahirannya.

Dalam perjalanan ke Kanbal itu, Balsa melalui gua --yang sama-- yang ia lewati dulu saat ia pergi. Gua yang dihuni Hyohlu, makhluk penjaga kegelapan yang membenci cahaya.  Di gua itu, Balsa menyelamatkan dua bersaudara anak Kanbal, Kassa dan Gina yang berasal dari klan Musa -klan yang ternyata sama dengan Jiguro. Sebelum berpisah, Balsa meminta agar mereka merahasiakan pertemuan tersebut. Tapi, ternyata mereka tak bisa menyembunyikan pertemuan itu dari kepala klan, Kaguro Musa dan saudaranya --yang tidak lain adalah kepala tombak raja dan pahlawan Negara-- Yuguro Musa.

Jejak perjalanan Balsa pun terendus. Saat mendengar cerita tentang Balsa, wajah Yuguro Musa pun tiba-tiba terlihat pucat dan membeku. Terlebih lagi saat diceritakan bahwa Balsa membawa tongkat yang berukiran sama dengan tongkat kepala klan Musa, Kaguro. Alih-alih Yuguro menyelidikinya, dia justru memfitnah Balsa sebagai penjahat dan ingin membalas dendam kepadanya karena telah membunuh Jiguro. Maka secara diam-diam ia memerintahkan dua anak buahnya mencari Balsa dan membunuhnya.

Apakah Balsa mampu menepis fitnah dari Yuguro dan mengatasi semua hal yang melilit masa lalunya? Nahoko Uehashi, sang pengarang novel petualangan bernuansa historical ini, tidak saja menjawab hal itu dengan cerita yang mengundang penasaran, tetapi juga mampu menarik napas pembaca untuk berdecak kagum. Maklum, pengarang satu ini berhasil meramu jalan cerita dalam novel Moribito, Guardian of the Darkness ini  –yang merupakan buku kedua dari sepuluh serial Moribito dengan Balsa sebagai tokoh utamanya— dengan bahasa yang indah dan menggugah hati.

Kelebihan lain, novel petualangan bernuansa historical ini diracik apik --dengan  memadukan konflik konspirasi politik, pertempuran, penghianatan, serta balas dendam. Pada aras lain, semua itu dipertentangkan dengan eksistensi keberanian Balsa --seorang wanita pejuang yang telah bertarung dalam banyak pertempuran tetapi tidak kehilangan kebijaksaan, dan kasih sayang.Dengan paduan itu, novel ini pun tersaji dengan sangat mengesankan.

Jalinan kisah dalam novel ini tidak saja memikat tapi kepiawaian penulis dalam bertutur dengan menanamkan kabut penasaran telah mampu menyedot minat pembaca untuk terus membaca sampai akhir. Bahkan di akhir cerita pun, pembaca justru dibuat larut serta terharu akan kisah sedih Balsa dan Jiguro. Tak pelak, kalau buku ini di negeri asalnya –Jepang--  mendapatkan banyak penggemar dari kalangan anak-anak maupun orang dewasa. [ ]

*) Fitria Zulfa, staff pengajar SDIT Al-Khairaat, Condet, Jakarta Timur

Tidak ada komentar: