Minggu, 26 April 2009

Mengerjai Guru Cerdas


Al-Amas - Noura Qalbi
Ini adalah kisah tentang al-A’masy. Tahukah anda siapakah al-A’masy itu? Beliau adalah salah seorang tokoh periwayat hadis. Nah, begini kisahnya...

Sebagai seorang guru yang mendiktekan hadis, al-A’masy ini termasuk guru yang “killer”. Beliau sangat tidak suka kalau ada murid yang tidak sabar untuk bertanya. “Nanti juga saya terangkan..!”, begitulah kira-kira jawabnya. Namun, walaupun galak begitu, murid-muridnya ~yang haus akan ilmu itu~ sangat banyak, karena al-A’masy memang seorang guru yang luas dan dalam ilmunya. Akan tetapi, kehausan murid-muridnya akan ilmu itu ternyata tidak dibarengi dengan kedermawanan al-A’masy dalam mendiktekan hadis. Dengan kata lain, al-A’masy ini juga termasuk guru yang “pelit” dalam mendiktekan hadis. Jadi, dalam suatu pertemuan, hanya sedikit hadis sajalah yang didektekannya. So, hal ini membuat murid-muridnya ~yang haus itu~ menjadi tidak sabar.

Nah, di antara murid-murid yang tidak sabar itu ada yang berfikir, bagaimana caranya agar mereka bisa segera mendapatkan hadis yang banyak. Maka dengan memanfaatkan penyakit gurunya yang rabun senja ~yang membuat penglihatan gurunya kabur di kala gelap tiba, sehingga harus dituntun dan diantarkan ketika pulang mengajar~, disusunlah sebuah rencana...

Malam itu, sepulang dari mengajar, seperti biasanya al-A’masy dituntun oleh murid-muridnya untuk pulang. Namun kali ini, al-A’masy tidak diantar pulang, melainkan justru di bawa ke tengah padang pasir yang sepi...

“Loh, sepertinya ini bukan jalan pulang...”, kata al-A’masy.

“Memang benar guru, sekarang kita sedang berada di tengah padang pasir yang sepi. Maaf, kami sengaja menuntun guru ke sini. Kalau guru ingin kami antar pulang, maka segeralah diktekan hadis yang banyak kepada kami. Jika guru tidak berkenan untuk mendiktekan, maka dengan berat hati, kami terpaksa meninggalkan guru di sini”.

“O... begitu. Ya...ya...baiklah”, kata al-A’masy sambil manggut-manggut.

Lalu al-A’masypun mendiktekan hadis yang banyak kepada murid-muridnya itu, sampai mereka puas. Setelah selesai, maka seperti janjinya, mereka segera menuntun dan mengantarkan al-A’masy pulang. Sampai di rumah...

“Maaf guru, tadi kami sudah berlaku tidak sopan kepada guru...”

“Ya.. ya... tidak apa-apa..” kata al-A’masy.

“Oya...” sambung al-A’masy lagi, “Hadis-hadis yang tadi kudiktekan pada kalian itu... semuanya dhoif...”.

Hehe... waduh...! Kasihan sekali murid-murid al-A’masy itu. Mendengar perkataan gurunya, mereka yang tadinya sudah terlanjur senang:-) karena telah berhasil mendapatkan banyak hadis, segera berubah raut mukanya :-(. Wah padahal sudah capek-capek nulis... padahal sudah terlanjur senang.. tapi ternyata hadisnya... dhoif semua. Makanya.. guru cerdas kok dilawan..?! Weleh...:-)

9 komentar:

M.Iqbal Dawami mengatakan...

Menarik bgt ceritanya. Kalau boleh tahu baca di kitab apa, Noura?Trims.

Fitria Zulfa mengatakan...

Waah...maaf Shiva, Noura gak baca tapi dengar... Tentang al-A'mas cari aja di kutub rijal al-hadis Shiva pasti lebih tahu...
Oya, kalau bisa...carilah cerita2 yang menarik di sana. Ok? ini PR buatmu hehe...

Sopandi Al Kautsar mengatakan...

guru sama murid sama-sama usil.. sampe jadi cerita.. siapa lagi yang ngejadiin cerita.. zaman sekarang murid harus lebih cerdas dari gurunya, meski guru lebih dulu baca dan tahu.. jadi nanti, bawa aja si Al A'mas ke laut naek perahu.. gimana? (he.. usil banget..)

Fitria Zulfa mengatakan...

Pandi, untung kamu bukan muridku. Kalau tidak, udah kubuang kamu ke laut... sesuai idemu itu hehe..

Kuliner Sulawesi Tengah mengatakan...

Setahuku, tulisannya bukan al-A'mas tapi al-A'masy; dengan huruf Syin. Aku sendiri meragukan akseptabilitas kisah al-A'masy ini. muhaddits kok maen akal-akalan? Andai kisah ini benar, konsekwensinya, riwayat yang melewati jalur al-A'masy bisa turun derajat. ini jelas-jelas bahaya. apalagi kalau melihat kenyataan bahwa banyak atsar, yang berasal dari Ibnu 'Abbas, yang melewati jalur al-A'masy; Ibnu 'Abbas bisa kena imbasnya, ikut turun derajat.
Buat amannya, terutama mengingat kisah al-A'masy ini yang nggak jelas sumbernya, mending al-A'masy ditukar sama Abu Nuwwas aja :-P

Fitria Zulfa mengatakan...

Wah.. bagus itu kalau kamu tidak langsung percaya. Memang kisah-kisah yang gak jelas referensinya itu tidak boleh serta merta kita percaya begitu saja.
Kamu tahu gak San, secara tidak langsung kamu sudah menantangku. Itu bagus! Ya, akan kulacak! Tunggu saja!!!

Ya, waktu menulis kisah ini memang ku tak sempat untuk membuka apa2 hehe.. Karena selain tidak ada fasilitas kitab, kejaanku juga banyak (weleh.. pake apologi segala wkekekek...)

Tentang al-A'mas pakai s atau sy, aku juga ragu? Tapi yang jelas waktu dengar cerita ini aku agak nyambung, soalnya seingatku waktu kuliah dulu pernah meneliti beliau (walaupun asal-asalan hehe...mata kuliah apa ya? MKH? pokoknya dulu dosennya pak Fatih)

Tapi menurutku kisah ini tidak menurunkan derajat keadilan ataupun kesiqahan beliau. Justru di sini terlihat bahwa beliau itu adalah seorang yang sangat cerdas! Masalah ngakalin, itu kan cuma judul dariku.

OK, sebagai langkah awal, cobalah buka kamus al-A'mas/sy itu apa artinya? karena itu adalah nama kuniyah yang tentu saja tidak serta merta diberikan begitu saja tanpa sebuah latar belakang/kondisi yang mendahuluinya.

OK, sekian dulu jawabanku. Makasih dah mampir. Kupikir, kamu dah lupa padaku hiks...(Hehe biar yang baca jadi penasaran dan bertanya-tanya hahaha...)

Kuliner Sulawesi Tengah mengatakan...

Baguslah kalau tertantang.. itu artinya masih alumni TH:-P
Tapi, kalau hanya untuk tahu apakah al-A'mas/sy itu kuyah, laqab, atau sekedar ism, nggak perlu ke kamus. lacak aja ke tempat asalnya, di kitab bajakan bersampul merah setebal empat jilid dengan judul Mawsu'ah al-Rijal Kutub al-Tis'ah, di lantai tiga perpus lama sewaktu UIN Jogja masih berstatus IAIN:-)
Dan, ya, wajar kalau ingetnya rada2 buram, cuz ini bukan bagian MKH; ini bagian Rijalul Hadis-nya pak Suryadi:-P
Lagipula, menemukan nama al-A'masy nggak sulit. nggak perlu ke kitab-kitab tebal; tengok di buku tipisnya Ibnu Taymiah, Muqaddimah fi Ushul al-Tafsir, pasti nemu:-)
Akhirnya, di atas itu semua: jika aku benar, itu semua dari Allah; kalau salah, aku memohon ampun kepada-Nya.

Fitria Zulfa mengatakan...

Iya..iya... Allah yang benar hehe..:-p, al-A'masy pakai sy bukan s, sudah kuganti semua adikku. Makasih ya...

Maksudnya kusuruh kamu buka kamus itu biar tahu artinya. Al-A'masy itu artinya yang buram/kabur penglihatannya (rabun).

Jadi, kalau kamu meragukan akseptabilitas kisah al-A'masy ini, boleh-boleh saja. Hanya saja, dari arti nama (kuniah) al-A'masy ini setidaknya ada indikasi bahwa kisah ini mungkin terjadi. Bahwa al-A'masy memang rabun/kabur penglihatannya. Dan jika kisah ini memang benar, maka menurut mbak itu tidak akan menurunkan kredibilitas al-A'masy (seperti yang sudah mbak katakan sebelumnya:-). Lagipula yang kabur kan penglihatannya, bukan ingatannya (dhobithnya).

Ok, sekian dulu dariku.
Btw, kamu kan punya al-Maktabah asy-Syamilah, so gimana kalau kamu aja yang kerjain PRku ini wkakakakak..

supriman mengatakan...

Ada lagi cerita menarik dari Syaikh Ahlul Hadits ini..

Ketika Sulaiman bin Mihran Al-A'masy memasuki kota bashroh, dia mendapati seorang tukang cerita di masjid yang berkata : "Menceritakan kami al-A'masy dari Abu Ishaq!! Menceritakan kami Al-A'masy dari Abu Wail!!" Mendengar hal itu maka dia (al-A'masy) langsung ketengah pengajian sambil mengangkat tangan lalu mencabut bulu ketiaknya!

Tukang cerita itu berkata: "Wahai Syaikh, apakah engkau tidak punya rasa malu?! Kita dalam pengajian, tetapi kamu berbuat seperti ini?!" Al-A'masy menjawab: "Apa yang saya lakukan ini lebih baik daripada apa yang kamu lakukan."
Orang itu berkata: "Bagaimana bisa begitu?" Jawab Al-A'masy: "Ya, karena saya melakukan sunnah, sedangkan kamu berdusta. Saya adalah Al-A'masy, say tidak pernah menceritakanmu seperti ini sedikitpun!" Tatkala manusia mendengar hal itu, maka mereka meninggalkan tukang cerita tersebut dan berkumpul di sekitar Al-A'masy lalu berkata: "Ceritakanlah kepada kami wahai Al-A'masy." (Al-hawadist wal bida', Ath-Thurtusy hlm. 111-112)

Sumber: Majalah Al Furqon edisi 5 tahun ke 7