Jumat, 26 Desember 2008

Bukti Cinta Sa'ad

Membaca kisah Sa’ad bin Abi Waqash membuat saya jatuh hati. Bagaimana tidak? Meskipun saya belum pernah melihat atau bertemu dengannya, akan tetapi pancaran keindahan pesona batinnya sungguh membuat saya tidak bisa tidak jatuh cinta kepadanya. Keteguhannya, keberaniaannya, kefasihan kata-katanya, kecintaannya pada Allah dan RasulNya, sungguh membuat hati saya tersentuh, terharu, terpesona dan jatuh cinta.

Kisah keislamannya sungguh menggambarkan keteguhan hatinya dalam memegang erat-erat tali agama Allah. Keislamannya yang ditentang oleh ibu kandungnya dengan sedemikian rupa sehingga menolak makan dan minum hingga jatuh sakit, kurus kering bahkan sekarat. Namun, apa yang diucapkannya? “Duhai ibu, sungguh aku mencintaimu akan tetapi Allah dan Rasulnya lebih kucintai. Seandainya engkau mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu persatu dari tubuhmu, tetap tidak aku tinggalkan agamaku ini.” Dan akhirnya sang ibupun menyerah melihat keteguhannya.

Kemudian kisah perang Uhud sungguh menunjukkan keberaniannya dan kecintaannya pada Rasulullah SAW. Ia sediakan dadanya sebagai perisai guna melindungi Rasulullah dari bidikan anak panah kaum musyrikin Mekah. Sambil membidikkan anak panahnya, ia berkata:“Wahai Rasulullah, anak panah itu tidak akan mengenaimu. Kami akan mengorbankan diri kami agar engkau tidak terkorban.”
"ارم يا سعد... فداك ابى و امّى!"
“Panahlah wahai Sa’ad, ayah-ibuku sebagai tebusan untukmu!”
اللهم سدّد رميته و أجب دعوته
“Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah do’a-doanya” Amin.

Kemudian saat perang Qadisiah dan Madain, saat sang asadullah (singa Allah) bersama pasukan muslim membebaskan rakyat persia dari perbudakan makhluk menuju penghambaan Khaliq, sungguh keberaniannya tak diragukan lagi. Kata-katanya yang diucapkan dengan gagahnya di hadapan panglima dan tentara-tentara persia sungguh menggetarkan hati dan menciutkan nyali mereka. Sa'ad berkata:
"جئتك بقوم يحبون الموت كما تحبون انتم الحياة"
“Akan aku datangkan kepada kalian, suatu kaum yang mencintai mati sebagaimana kalian mencintai hidup”

Kemudian, Sa'ad yang dianugerahi doa yang mustajab berkat do’a Rasulullah SAW., sungguh tak tak dapat mengelak orang yang terkena panah do’anya, baik dalam ketentuan (Allah) yang baik ataupun buruk. Banyak orang yang datang kepadanya sekedar meminta do’a untuk ketentuan mereka. Bahkan di waktu Sa’ad sudah berusia senja, di kala ia tak mampu lagi melihat sang surya (menjelang akhir hidupnya Sa’ad kehilangan kedua penglihatannya), masih saja mereka datang kepadanya untuk meminta do’anya yang memang mustajab. Hingga heranlah seorang anak muda dan bertanya: “Wahai paman Rasulullah, tidak pernahkah engkau berdoa untuk kesembuhan matamu?”. Dan engkaupun menjawab: “Duhai anak saudaraku, Ketentuan Allah lebih aku sukai dari pada penglihatanku. Pantaskah aku tidak menyukai apa yang disukai Allah untukku?’

Masyaallah! Sungguh jawaban Sa’ad telah membuktikan cintanya kepada Allah SWT. Ia tidak hanya melakukan apa yang disukai Allah (menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya) akan tetapi juga menyukai apa yang dilakukan Allah atasnya. Memang begitulah seorang pecinta. Seorang pecinta selalu rela (ridho) kepada Dia yang dicintainya. Di hadapan Dia yang dicintainya dirinya fana’ (tidak ada) dan karam. Yang ada hanyalah Dia.


Sepenggal Kisah Sa’ad dan ‘Umair bin Abi Waqash


Menjelang perang Badar, suasana semakin memanas. Kaum musyrikin Mekah sudah menabuh genderang perang, dan kaum musliminpun bersiap-siap menghadapinya. Tak ketinggalan pula dua orang kakak beradik ini.

Sa’ad : “ Adikku, saat ini kaum musyrikin Mekah sudah menabuh genderang perang, mereka mau menyerang kita. Kakak akan pergi berperang membela agama Allah dan RasulNya. Apakah engkau mau ikut?”

‘Umair : “Kakak,umair bukan banci. Umair adalah seorang laki-laki. Umair mau ikut berperang. Umair mau membela agama Allah dan RasulNya.”

Sa’ad : “Apakah engkau yakin adikku?”

‘Umair : “’Umair sangat yakin, kakak!”

Sa’ad : “Baiklah, kalau begitu, mari kita menemui Rasulullah SAW!”

Kemudian mereka berdua pergi menemui Rasulullah.

Sa’ad dan ‘Umair: “ Assalamu’alaikum wahai Rasulullah”

Rasululllah: ” Wa’alaikumus salam warohmatullah. Ahlan wa sahlan, selamat datang wahai paman-pamanku..!”

Sa’ad : “Wahai Rasulullah, kami berdua mau ikut berperang!”

Rasululllah: ”Wahai ‘Umair (Dalam bahasa Arab, kata ‘Umair adalah bentuk tashghir dari kata ‘Umar, yang berarti ‘Umar kecil), apakah engkau juga ingin ikut berperang? Engkau masih terlalu kecil (Saat itu usia ‘Umair sekitar 14 tahun) untuk pergi ke medan perang, sebaiknya engkau tidak usah ikut saja!”

Dengan serta merta ‘Umair menangis. Sambil terisak ia berkata:

‘Umair : “Wahai Rasulullah, ‘Umair bukan banci. ‘Umair seorang laki-laki. ‘Umair mau ikut membela agama Allah dan RasulNya, kenapa tidak boleh? Hik...hik...”

Mendengar dan melihat perkataan ‘Umair, akhirnya Rasulullah berkata:

Rasululllah: “baiklah ‘Umair, engkau boleh ikut berperang, berjihad membela Agama Allah dan Rasulnya. Baarokallahu lakuma”

Kemudian perang berkecamuk dengan dahsyatnya. Tiga ratus tentara muslim melawan seribu tentara kaum musyrikin Mekah. Perangpun semakin seru, tentara muslim berperang dengan gagah berani, tak ketinggalan pula dengan Sa’ad dan ‘Umair. Mereka sungguh tidak takut mati, karena bagi mereka mati syahid di jalan Allah justru merupakan sebuah harapan dan cita-cita. Dan akhirnya dengan bantuan tentara dari langit, kemenanganpun diraih oleh kaum muslimin. Kaum muslimin bersorak dengan gembira “Allahu akbar!...Allahu Akbar!”, sedangkan kaum musyrikin pulang kembali ke Mekah dengan menanggung luka dan malu yang tidak tertahan.

Sementara itu di tengah kegembiraan mereka, terlihat Sa’ad sedang berjalan dengan bergegas menghampiri Rasulullah SAW.

Sa’ad : “Bagaimana keadaanmu wahai Rasulullah?”

Rasululllah: ”Aku baik-baik saja Sa’ad. Oya, bagaimana dengan ‘Umair?”

Sa’ad : “Saya belum tahu wahai Rasulullah! Tadi kami terpisah. Baiklah, saya akan mencarinya.”

Kemudian Sa’ad mencari-cari bayangan adiknya di antara kaum muslimin, namun Sa’ad tidak menemukannya. Kemudian... “Maasyaallah!”, pekik Sa’ad terkejut melihat adiknya tergeletak di tanah. Sa’ad terperangah melihat begitu banyak luka di tubuh ‘Umair. Darahnya terus saja mengucur membasahi tubuhnya. Segera Sa’ad datangi ‘Umair, kemudian ia rengkuh tubuh adiknya itu dan ia letakkan dalam pangkuannya.

Sa’ad : “’Umair...’Umair...”

‘Umair : “Kakak... ‘Umair... baik-baik... saja. Tadi...’Umair... sudah berhasil... membunuh... orang-orang musyrik... yang menyerang kita. Lihatlah... pedang ‘Umair... kakak! Pedang ini... sudah ‘Umair pakai... untuk membela... agama Allah. Kakak,... bagaimana ... keadaan ...Rasulullah?”

Sambil berkaca-kaca, Sa’ad menjawab:

Sa’ad : “Sstt... ‘Umair, engkau jangan terlalu banyak berkata-kata! Rasulullah tidak apa-apa. Engkau... engkau juga tidak apa-apa kan?”

‘Umair : “Kakak, entahlah... sepertinya... ‘Umair... sudah... tidak kuat. Kakak, siapa... orang... di samping kakak?”

Sa’ad menoleh ke kanan dan ke kiri. Tidak ada siap-siapa. Kemudian, Sa’adpun tidak kuasa lagi membendung air matanya. Air matanyapun jatuh mengalir di kedua pipinya.

‘Umair : “Kakak, orang... ini... mengajak... ‘Umair pergi... ke sana. Ke tempat... yang indah... itu. Kakak..., ‘Umair... ingin... ke sana. Ijinkan... ‘Umair ikut. Kakak... tidak apa-apa kan... ditinggal...’Umair?”

Sa’ad tidak bisa berkata-kata. Ia hanya mengangguk, sedangkan air mata terus saja mengalir membasahi pipinya.

‘Umair : “Kakak..., tolong... sampaikan...salam ‘Umair... pada... Rasulullah. Katakan... ‘Umair ... cinta Rasulullah! Kakak..., ‘Umair... pergi... dulu. Laa...ilaaha...illlallah...Muhammadur...rasulullah...”

Dan ‘Umairpun menghembuskan nafas terakhirnya. Dengan terisak Sa’ad berkata:

Sa’ad : “Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’uun. Segala puji bagi Engkau ya Allah, yang telah mensyahidkan ‘Umair adikku. Selamat jalan syahid kecil. Sungguh pedangmu akan menjadi saksi. Dan darahmu akan menjadi kesturi (minyak wangi yang sangat harum baunya). Selamat jalan adikku, semoga Allah meridhoimu.”

3 komentar:

shanty mengatakan...

subhanallah...

Sopandi Al Kautsar mengatakan...

Luarbiasa.. minta do'anya deh biar aku bisa jadi seperti umair..
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.

Fitria Zulfa mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.